GRATIFIKASI

Meski Ada Kejanggalan, Dewas Tak Proses Laporan  soal Sewa Helikopter Ketua KPK

Hukum | Rabu, 30 Juni 2021 - 23:09 WIB

Meski Ada Kejanggalan, Dewas Tak Proses Laporan  soal Sewa Helikopter Ketua KPK
Ketua KPK Firli Bahuri diduga menerima gratifikasi penyewaan helikopter. (DOK RIAUPOS.CO)

JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) tidak memproses laporan Indonesia Corruption Watch (ICW) atas dugaan pelanggaran kode etik Ketua KPK Firli Bahuri terkait penerimaan gratifikasi penyewaan helikopter.

"Kasus helikopter pak FB (Firli Bahuri, red) sudah selesai dan diputus oleh Dewas tahun lalu," ujar Anggota Dewas KPK, Syamsuddin Haris, di Jakarta, Rabu (30/6/2021).


Haris menyarankan ICW membuat laporan ke Direktorat Pengaduan Masyarakat (Dumas) KPK. Ia mengingatkan bahwa Dewas KPK tak mempunyai wewenang memproses perkara pidana.

"Dugaan gratifikasi bisa diadukan ke Direktorat Pengaduan Masyarakat KPK. Dewas tidak punya wewenang dalam perkara pidana," ujarnya.

Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang, Feri Amsari, menilai sikap Dewas KPK tersebut janggal. Menurut Feri, seharusnya Dewas KPK memeriksa seluruh isi laporan dan memastikan apakah terdapat bukti pelanggaran etik atau tidak.

"Sikap itu cukup janggal. Jangan sampai Dewas KPK menafikan laporan. Bukankah itu tugas Dewas KPK (memeriksa laporan dan mengumpulkan bukti, red)," kata Feri, Rabu (30/6).

Feri menuding Dewas KPK seperti melindungi Firli. Padahal, katanya, ada dugaan pelanggaran etik Firli terkait penyewaan helikopter tersebut.

"Dewas malah terlihat sebagai pelindung atau alasan pembenar tindakan pimpinan yang terang-benderang melanggar etik," ujarnya.

Sebelumnya, ICW melaporkan Firli atas dugaan melanggar Pasal 4 ayat (1) huruf a dan huruf g Peraturan Dewan Pengawas KPK RI Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK.

Laporan ini terkait dengan dugaan penerimaan gratifikasi soal penyewaan helikopter oleh Firli. Laporan dilayangkan karena melihat keengganan Bareskrim Polri memproses dugaan gratifikasi terkait penyewaan helikopter.

Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, mengatakan, laporan dugaan pelanggaran etik Firli ini berbeda dengan putusan yang sempat dibacakan sebelumnya. Selain itu, kata Kurnia, putusan sebelumnya hanya formalitas belaka karena majelis etik Dewas KPK hanya mengecek kuitansi sewa helikopter yang diberikan oleh Firli.

"Harusnya kuitansi itu ditelusuri karena nilainya sangat janggal. Kalau kita cermati lebih lanjut, satu jam penyewaan helikopter yang didalilkan oleh Firli sebesar Rp7 juta, kami tidak melihat jumlahnya seperti itu karena empat jam sekitar Rp30 juta," kata Kurnia beberapa waktu lalu.

Ia menduga jumlah yang semestinya dibayarkan melampaui dari yang disebut Firli. Kurnia menaksir ada selisih harga sekitar Rp140 juta yang tidak dilaporkan Firli.

Sumber: JPNN/News/CNN/Berbagai Sumber
Editor: Hary B Koriun









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook